top of page
Search

Digital Farming di Tanah NTT

Updated: Nov 12, 2024

NTT adalah provinsi dengan luas wilayah daratan 47.931 km² dan menduduki peringkat ke 13 terluas dari keseluruhan provinsi di Indonesia. Luasnya daratan ini dimanfaatkan oleh masyarakat NTT dengan menjadikan pertanian sebagai salah satu sektor vital dalam menopang perekonomian dan kehidupan masyarakat di NTT. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dipublikasikan pada tanggal 27 Mei 2024, bidang Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan masih menjadi lapangan kerja utama masyarakat NTT pada tahun 2021 hingga 2023 dengan jumlah persentase 49% dari 9 lapangan kerja utama. Namun dalam perjalannya, masyarakat masih harus menghadapi beberapa tantangan seperti kondisi geografis yang tergolong kering dan infrastruktur pendukung yaitu jalan, akses air dan sistem irigasi yang terbatas. Situasi ini menyebabkan rendahnya produktivitas dan ketidakpastian dalam hasil panen sehingga akhirnya dapat menjadi salah satu faktor  yang berdampak pada kesejahteraan petani.


Di tengah tantangan yang dihadapi, digitalisasi muncul sebagai salah satu solusi yang bisa menjawab kondisi pertanian di NTT. Pemanfaatan teknologi seperti sensor IoT, aplikasi pertanian dan sistem analitik untuk membantu petani dalam memperoleh informasi secara real-time mengenai cuaca, kesuburan tanah, dan teknik pertanian yang lebih efisien. Penerapan teknologi digitalisasi pertanian ini sudah terbukti di negara ASEAN seperti Thailand yang dimulai dari tahun 2018. Tren global ini menunjukkan bahwa digitalisasi memiliki potensi besar untuk mendukung sektor pertanian, khususnya di daerah-daerah yang menantang seperti NTT.


Apa arti digitalisasi itu sendiri? Menurut KBBI, digitalisasi adalah proses penggunaan atau pemberian sistem digital. Oleh karena itu, digitalisasi pertanian adalah penggunaan atau pemberian sistem digital untuk kebutuhan pertanian atau bisa dikatakan proses mengubah cara pertanian konvensional dengan memanfaatkan sistem digital. Digitalisasi bermanfaat dalam segala lini bidang pertanian, seperti perhitungan pupuk yang lebih akurat sehingga berdampak pada optimalisasi bahan dan biaya operasional, peramalan cuaca untuk mengurangi resiko gagal panen, analisa tingkat kesuburan lahan sehingga hasil panen lebih maksimal dan juga pemanfaatan akses ke pasar digital sehingga petani dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai harga pasar dan juga membuka potensi pelanggan lebih luas dalam memasarkan hasil pertaniannya.

Digitalisasi pertanian di Indonesia menjadi salah satu sektor strategis dari 6 sektor yang dituangkan pada Visi Indonesia Digital 20245 (VID2045) yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada 13 Desember 2023. Hal ini menunjukkan bahwa adanya komitmen dari negara dalam proses proses digitalisasi khususnya sektor pertanian di Indonesia yang secara maturitasnya saat ini berada di level Emerging. Level Emerging berarti tahap dimana digitalisasi suatu sektor atau industri mulai berkembang lebih lanjut yang dicirikan dengan beberapa layanan telah tersedia, platform nasional sektoral telah didirikan, sudah ada beberapa pelaku teknologi, serta strategi dan rencana transformasi digital dalam sektor tersedia.


Lalu bagaimana perkembangan digital farming di NTT saat ini? Beberapa pemanfaatan teknologi sendiri sudah terlihat melalui berbagai inisiatif baik perseorangan, pemerintahan maupun organisasi kemanusiaan lainnya. Contohnya adalah penggunaan salah satu teknologi berbasis sistem pintar (IoT) yang memberikan rekomendasi pada proses pemupukan dengan mengintegrasikan sensor dan aplikasi di smartphone. Teknologi ini berfungsi memberikan informasi unsur N,P,K dan pH tanah secara real time serta rekomendasi pemupukan yang presisi.


Salah satu program ini diluncurkan oleh Bank Indonesia Provinsi NTT kepada kelompok Tani Ingin Jaya B di Kabupaten Manggarai Barat dan juga produksi cabai di Desa Penfui Timur, Kabupaten Kupang. Selain itu pemanfaatan potensi penggunaan IoT juga datang dari inisiatif dua talenta lokal NTT bernama Kiki Nurrizky Eka Putra Krisnadi dan juga Lucky Nurramadhan Putra Krisnadi yang memanfaatkan irrigation system time keeper untuk budidaya kelor serta mesin pengering portable dalam proses pengelolaannya. Irrigation system time keeper sendiri merupakan perangkat yang mengatur waktu untuk sistem pengairan baik melalui saluran suplai maupun pompa. Walaupun untuk saat ini masih menggunakan manual, inisiatif ini sudah menerapkan smart farming dengan potensi pengimplemtasian IoT ke depannya.


Melihat perkembangan ini, ada potensi besar kedepannya untuk penerapan digital farming di provinsi NTT. Potensi besar ini juga pastinya harus mewaspadai tantangan dan resiko yang akan dan sedang dihadapi. Kondisi keberadaan infrastruktur jaringan yang belum merata merupakan salah satu kendala yang dihadapi. Proses digitalisasi dapat dilakukan dengan tersedianya infrastruktur jaringan yang mumpuni dan merata di NTT. Selain ketersediaan infrastruktur jaringan, SDM yang ahli dalam bidang digitalisasi khususnya sektor pertanian perlu menjadi fokus.


Dengan adanya SDM yang ahli dapat memberikan edukasi dan pendampingan bagi para petani lokal dalam pemanfaatan digital farming. Resiko lain yang perlu menjadi perhatian adalah terkait dengan kontrol dan perkembangan data yang mungkin menimbulkan resiko lainnya yaitu terkait keamanan siber. Adanya mitigasi terhadap tantangan dan resiko yang mungkin timbul dapat menciptakan lingkungan yang aman terutama petani sehingga proses digitalisasi dapat berjalan dengan lancar. Proses ini bukan hanya tanggung jawab Pemerintah maupun perusahaan swasta, tapi juga kita sebagai perseorangan.


Kita berharap digital farming di tanah NTT semakin tahun dapat semakin berkembang dan merata sehingga produksi dari hasil sektor pertanian semakin produktif dan berkelanjutan. Dengan itu kesejahteraan petani lokal NTT dan juga ketahanan pangan nasional kita semakin terjaga dan meningkat.


Referensi



 
 
 

Commenti


bottom of page